Sabtu, 26 Januari 2013

iv. Langkah Awal Memulai Bisnis


Langkah Awal Memulai Bisnis

AR Junaedi
Pengelola bisnis ritel busana dan transportasi internasional, tinggal di Jakarta.
Suatu ketika, Ria, seorang mahasiswi tingkat akhir dan sebentar lagi lulus di salah satu universitas ibokota, berkonsultasi kepada saya melalui blog pribadi saya. “Bapak, saya sangat termotivasi dan ingin membuka usaha. Karena menurut saya, bidang ini adalah yang terbaik daripada saya susah2 mencari kerja. Dari dulu, saya punya mimpi suatu saat saya ingin menciptakan lapangan kerja untuk orang-orang di sekitar saya. Dan jawabannya saya temukan, yaitu dengan merintis usaha. Tapi, saya saat ini masih belum percaya diri dan punya cukup keberanian untuk memulainya. Mengingat saya juga masih akan memulai terjun di dunia kerja.”
Senang sekali mendengar mengakuan tulus seorang mahasiswa yang ingin memulai usaha sendiri, di kala banyak teman-temannya justru berebut ingin menjadi karyawan. Walau memang, tak ada yang salah dengan karyawan, tapi saat ini Indonesia justru sedang butuh lahirnya banyak entrepreneur untuk menguatkan kemandirian bangsa ini.
Untuk menjawab pertanyaan Ria di atas, hal apa yang harus dipersiapkan untuk merintis usaha? Jawaban simpel: Mulai saja! Ya, mulai saja. Biasanya, kalau kita memikirkan persiapan, akan semakin lama kita akan dapat memulai sesuatu. Bukankah kita memang paling ahli untuk menunda dengan beribu alasan yang menurut kita masuk akal?
Karenanya, tak perlu menunggu mental kuat untuk melangkah. Karena mental justru akan terasah ketika kita sudah memulai dan langsung bergelut dengan usaha. Tidak perlu juga menunggu sampai punya percaya diri (Pede). Karena Pede pun terbentuk dengan terjun langsung di bisnis tadi.
Ada seorang sahabat sangat ingin membuka bisnis apotik. Sudah dengan perhitungan modal untung rugi yang matang, tanya kana-kiri pada ahli, dan sudah melihat-lihat lokasi, tapi ia tidak juga memulai. Itu ia lakukan setahun lalu. Sekarang, apa yang terjadi? Masih tidak ada perubahan. Karena ia tidak juga memulai usahanya dengan berbagai alasan. Excuse. Akibatnya, tempat-tempat yang ia incar dulu untuk lokasi apotik, sekarang sudah diisi oleh apotik orang lain. Orang yang berani bertindak.
Seperti orang yang ingin pergi ke Bandung, sahabat saya itu tak pernah sampai Bandung karena tidak ada langkah pertama. Ia sibuk berecana, mencari peta, belajar mendalami Kota Bandung. Selama ia tidak mulai melangkah, tentunya tak akan mungkin ia sampai ke kota tujuan.
Namun, bagi yang berani memulai perjalanan, meski tidak tahu jalan sama sekali, ia akan tetap sampai. Dalam perjalanannya, memang bisa saja ada berbagai kendala dan hambatan. Tapi dengan tetap konsisten berjalan dan jelasnya tujuan, ia pasti akan sampai. Bahkan ia bisa menemukan jalan pintas. Jadi, mulailah segalanya dari yang kecil, fokus dan tetap pada impian kita.
Motivasi Diri
Agar perjalanan kita bisa sampai ke tujuan yang kita impikan, ada beberapa tahapan yang sering digunakan sebagai dasar pemikiran dan kegiatan Komunitas Tangan di Atas (TDA):
Pertama, pray (berdoa). Sebelum memulai aktivitas apapun, menghadaplah pada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kaya, Sang Maha Menentukan. Tundukan hati dan mintalah petunjuk-Nya, agar pilihan-pilihan yang kita ambil makin mendekatkan pada mimpi kita dengan jalan yang baik. Karena jalan Tuhan adalah jalan kebaikan.
Sering kali kita lupa. Kita menghadap Allah, hanya di saat susah atau “mentok” saja. Tidak salah memang, karena Allah pasti menerima kita dalam kondisi apapun. Namun, alangkah indahnya bila saat kita memulai perjalanan ditemani oleh Sang Maha Kasih, yang akan akan Menjaga dan Memberikan hasil terbaik untuk kita. Allah pasti tak akan membiarkan hamba-Nya yang sungguh-sungguh berikhtiar tanpa balasan berlimpah. Berdoalah, pasti akan Allah kabulkan.
Kedua, reason (alasan yang kuat). Miliki alasan yang kuat, mengapa kita harus berhasil dalam bisnis. Alasan yang bersifat personal. Bisa dengan menciptakan “surga” dan “neraka”. Maksudnya, surga: mencari alasan terkuat yang bisa membuat bahagia diri kita, ibu, bapak, saudara atau orang yang kita cintai.
Misalnya, kita ingin memberangkatkan orangtua kita beribadah haji. Bayangkan dan rasakan kebahagiaan wajah ibunda dan ayahanda yang bisa berangkat ke tanah suci berkat hasil kerja keras kita. Bayangkan rasa bangga mereka melihat keberhasilan bisnis kita, yang bisa mengantarkan mereka menunaikan kewajiban sebagai muslim itu.
Atau banyak alasan lainnya untuk menciptakan “surga”. Seperti yang keinginan menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang, seperti yang diinginkan Ria di atas. Bayangkan itu sudah terjadi, dan rasakan kebahagiaan karyawan kita ketika bekerja dan menerima penghasilan dari lapangan kerja ciptaan kita. Semua itu tentu akan menjadi alasan kuat yang akan mendorong kita untuk bekerja dengan segenap tenaga dan konsisten mencapai yang kita inginkan.
”Neraka”, yaitu dengan membuat alasan terkuat -yang juga bersifat personal-, yang bila kita tidak berhasil, maka diri kita sendiri atau orang yang kita cintai akan menderita.
Beberapa waktu lalu, ketika saya berkunjung ke rumah sakit, ada sebuah keluarga yang sedang berkumpul, merundingkan apakah ayah mereka yang sedang sakit berat akan tetap masuk ruang ICU dengan biaya mahal, atau dibawa pulang saja dengan resiko fatal, karena ketiadaan biaya.
Tentu kita tak ingin hal itu terjadi pada keluarga kita. Kita pasti ingin memberi perawatan terbaik untuk orang yang kita cintai. Keadaan sulit bagaikan neraka seperti itu, bisa menjadi alasan sangat kuat mengapa kita harus berhasil.
Jadi, cobalah mencari tahu: What is your self emosional burning desire to make you consistance in action? Apa landasan emosional diri Anda yang akan membangun keinginan untuk membuat Anda konsisten melakukan sesuatu. Dengan alasan yang bersifat personal dengan melibatkan emosi diri, kita akan lebih bersungguh-sungguh, ketimbang alasan yang bukan dari dalam diri.
Ketiga, belief (sikap mental). Keyakinan yang tertanam dalam diri kita, akan menentukan pola pikir dan membentuk karakter diri dalam merespons setiap hal yang terjadi.
Belief sudah tertanam dalam diri kita sedari kecil. Keyakinan yang keliru, yang bisa saja sudah melekat dalam diri kita, akan menghambat kemampuan kita yang sebenarnya luar biasa. Contoh, ada orangtua lebih bangga anaknya setelah lulus kuliah, mendapat pekerjaan di perusahaan besar. Atau menjadi pegawai negeri ketimbang menjadi wiraswasta.
Belief seperti ini, akan membuat pola pikir kita mengarahkan kita untuk mengesankan, bahwa wiraswasta bukan hal yang bisa menjadi jalan kesuksesan kita. Menjadi pengusaha, digambarkan bagai sesuatu yang sulit. Banyak resiko. Bidang itu hanya spesial untuk orang yang punya darah pengusaha. Dan berbagai keyakinan lain yang sebenarnya masih perlu dibuktikan kebenarannya.
Belief seperti ini bisa gantikan dengan keyakinan yang baru. Caranya, dengan membuka lagi wawasan kita dengan bergaul bersama orang sukses. Atau lakukan ATM (Amati, Tiru, lalu Modifikasi) jejak rekam kesuksesan para pengusaha. Nantinya, belief yang menghambat di atas, akan tergantikan dengan belief yang membangun.
Disamping itu, kita perlu mereset ulang keyakinan, dan kembali meyakini bahwa kita bisa sukses. Memang, ada kemungkinan kita untuk gagal. Tapi mengapa kita tidak berfokus pada kemungkinan kita akan berhasil?
Thought become thing. Apa yang Anda pikirkan akan menjadi kenyataan. Apa yang Anda yakini: Anda bisa atau Anda tidak bisa, adalah benar.

iii. Memulai Usaha Dengan Mimpi


Memulai Usaha dengan Mimpi

Islahuddin
Suasana penuh keakraban terlihat pada acara launching Young Enterpreneurshiop Start Up (YES) Club Jakarta, Maret lalu di gedung Design Center Jakarta. Walau acara itu baru digelar di hari pertama, para peserta yang berjumlah sekitar 25 orang nampak akrab berinteraksi. Sesi terakhir yang banyak diisi tanya-jawab, pun menjadi ajang yang sangat meriah. Pada sesi itu, masing-masing peserta diberi waktu melontarkan usaha yang telah mereka rintis, dan cita-cita mereka sebelumnya.
Suasana seperti ini sangat disyukuri Direktur YES Club Jakarta, Himawan Adibowo. “Yes Club belum berumur satu hari, tapi rupanya sudah terbentuk kerja sama bisnis di dalamnya,” ujar Himawan sambil tersenyum.
Dari peserta yang sebagian besar merupakan mahasiswa itu, tak satupun mempunyai usaha berskala besar. Bisa dibilang rata-rata hanya bermodalkan nekat. Azuz Saputra misalnya, mahasiswa semester enam Jurusan Manajemen di School of Bussines and Management (STIEKPI), selain mau belajar, ia juga harus menjauhkan gengsi untuk memulai dan menggeluti usahanya.
Saat ini, bersama seorang rekannya, Azuz sukses menjadi distributor kentang goreng kemasan di areal kampusnya. Menurut Azuz, sudah bukan saatnya lagi masyarakat menilai suatu pekerjaan itu bergengsi atau tidak. Karena yang terpenting adalah bagaimana bisa terus berusaha dan menghasilkan uang sendiri.
Memang diakuinya, bahwa usaha yang ia jalani sejak tiga bulan lalu itu sangat kecil. Hanya bermodal awal 80 ribu rupiah yang ia belanjakan untuk membeli 40 bungkus kentang goreng kemasan, saat itu ia sanggup menjualnya habis dalam tempo empat hari. Kini, setiap bulan Azuz minimal mampu mengantongi laba 800 ribu rupiah.
Jumlah rupiahnya memang kecil, tapi bagi Azuz yang penting adalah bagaimana menumbuhkan keberanian untuk berusaha, dan memutus ketergantungan pada orangtua. Ia berharap, pengalaman menjadi distributor kecil-kecilan ini menjadi modal untuknya kelak menjalani bisnis yang lebih besar.
Tidak Memilih Rezeki
Dari cerita dan pengakuan yang dipaparkan para peserta Yes Club, terbukti bahwa modal nekat, tahan malu, dan berkhayal, telah banyak mengantarkan para pengusaha untuk memapak sukses dari nol.
Farry Iskandar juga membuktikannya. Sebelum menjadi pengusaha alat-alat petualangan yang dipasarkan secara online, Ferry bekerja sebagai karyawan di sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM). Walau gaji tak besar, bekerja di LSM membuat Ferry nyaman mendapat penghasilan tetap.
Suatu ketika, Ferry memutuskan berhenti menjadi karyawan dan memilih membuka usaha sendiri. Keputusan itu tentu disayangkan banyak rekan dan kerabatnya. Apalagi di masa awal usaha, Ferry sering menggelar dagangan di emperan jalan sekitar kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta setiap Minggu pagi.
Belum lagi tekanan mental yang harus dirasakan Ferry akibat anggapan miring masyarakat yang menilai bekerja di kantor lebih terhormat daripada berdagang di emperan jalan. “Masa awal memulai usaha sangat menyedihkan. Banyak yang menganggap pekerjaan ini sebelah mata,” ujar Ferry.
Pada 2004, bermodal uang delapan juta rupiah di tangan, Ferry jalankan usaha dengan keyakinan bahwa itulah satu-satunya pilihan terbaik untuk meningkatkan penghasilan dirinya. Apalagi saat itu ia sudah ingin berumahtangga, yang ia sadari, kelak tentunya ia butuh penghasilan lebih tiap bulannya untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Tak keliru Ferry memilih jalan hidupnya. Saat ini terbukti ia bisa menikmati limpahan keuntungan hasil usaha dan buah strategi dirinya untuk terus berjuang dan tak memilih-milih rezeki. Meski banyak perusahaan besar yang bergerak di bidang yang sama, namun Ferry tak gentar. Karena mereka jarang melayani partai eceran, apalagi via online seperti yang ia lakukan.
Kini usahanya perlahan berkembang, tak kenal lelah ia terus berupaya membesarkannya lagi. ”Sampai sekarang, saya masih terus berjuang menggapai mimpi yang besar,” tandas Farry.
Usaha Tiada Henti
Kisah serupa namun tidak sama juga dialami Edi Kurniawan, mantan karyawan sebuah perusahaan otomotif di wilayah Tangerang. Suatu ketika, komunitas Tangan di Atas (TDA) menggelar kegiatan magang yang disebut TDA Apprentice.
Walau kegiatan magang berskala tiga bulan itu tidak memberinya gaji ataupun uang transport, namun berkat keinginan untuk belajar dan menggali ilmu menjadi pengusaha, Edi berani memutuskan untuk meninggalkan kemapanan hidup sebagai karyawan.
Saat itu peserta magang berjumlah sepuluh orang, yang ditempatkan di stan milik Haji Alay di kawasan grosir Tanah Abang, Jakarta Pusat. Namun hanya dua orang yang sanggup mengikutinya sampai akhir, salah satunya adalah Edi. Selama magang, Edi memperhatikan adanya celah menjanjikan dari prospek bisnis online. Maka selepas magang, ia memilih usaha jual beli pakaian bayi usia tiga tahuan ke bawah secara online. Dan pengetahuan tentang dunia garmen yang ia dapat selama magang, sangat membantu perkembangan usahanya.
Edi memiliki alasan kuat mengapa ia bersikeras beralih profesi menjadi pengusaha. Karena ia sangat yakin, bahwa dunia usaha tak ada matinya, selama orang mau berusaha. Keyakinan itu semakin besar ketika Haji Alay, yang merupakan saudagar sukses di Tanah Abang, memotivasinya. Haji Alay sering menekankan, bahwa uang berserakan di mana-mana, dan terus berputar selama 24 jam. Dengan sepuluh tangan sekalipun, kita tak akan sanggup memunguti semua serakan itu, kecuali kita mengetahui caranya.
Jerih payah yang dimulai sejak dua tahun itu kini telah menuangkan hasil. Selain bergerak di bisnis online, Edi juga telah mempunyai dua buah toko di Gedung Jakarta City Center (JaCC). Omset rata-rata perbulan yang ia dapat bisa mencapai 100 juta rupiah, dengan 70-80% berasal dari penjualan online.
Menurut Edi, dua tahun bukanlah waktu yang lama. Namun selama itulah kemampuan seseorang untuk bertahan dalam berusaha ditentukan. Salah perhitungan memang sempat dirasakan Edi, namun itu ia jadikan sebagai ilmu yang tak ternilai, yang ia jaga agar tidak kembali terulang di masa mendatang.
Belajar dari Mimpi
Sementara itu, Atik Wahyu Naryati pengusaha budidaya jamur, kini telah menuai hasil jerih payahnya. Atik yang memulai usaha di akhir 2005 lalu, pada pertengahan 2006 saja sudah menuai hasil yang cukup signifikan, dan usahanya berkembang kian stabil. Bermodal awal hanya enam juta rupiah di tangan, kini setiap bulan Atik menuai sekitar 5-10 juta rupiah keuntungan.
Di bawah bendera CV Fanindo Multi Farm, berbagai jenis jamur kini ia budidayakan. Agar bisa diedarkan ke berbagai tempat dengan mudah, ia kemas bahan dagangannya dalam bentuk jamur kering. Karena keberhasilannya itu, banyak orang dari berbagai daerah datang kepadanya untuk belajar. Dengan tangan terbuka Atik menerimanya.
Kisah sukses juga ditorehkan Masbukhin and Nuni. Pasangan harmonis lulusan Universitas Brawijaya Malang ini, memulai bisnis telepon seluler sejak 2003 lalu. Mereka berdua mendobrak kemapanan tradisi para sarjana yang biasanya lebih memilih berpakaian necis dan menjadi karyawan kantoran.
Masbukhin and Nuni kini sukses memiliki beberapa outlet grosir di Pulogadung Trade Center dan tempat-tempat lain di Jakarta. Seluruhnya tergabung di bawah payung PT Prima Prada Cellular (PCC) yang mereka dirikan.
Bermodal mimpi ingin menjadi sukses, awalnya mungkin banyak dicemooh orang sekitar. Namun jika ingin menjadi pengusaha sukses, modal nekat merupakan salah satu hal yang harus dimiliki.
Hal ini sangat tegas diakui pengusaha sukses Martha Tilaar. Jatuh bangun usaha yang dilakukan ikon kecantikan Indonesia sejak awal dekade 70-an itu, kini terlihat hasilnya. Usahanya terus menggurita. “Jika ingin menjadi pengusaha, kita harus berani untuk nekat, dan menggantungkan mimpi setinggi langit,” tegas Martha.

ii. Mewujudkan Pikiran Gila


Mewujudkan Pikiran Gila

RHR Dodi Sarjana
Pemimpin Redaksi Tribun Pekanbaru
STEREOTIP. Istilah ini tentu tak asing lagi di telinga kita. Kepercayaan bahwa seluruh anggota kelompok tertentu memiliki sejumlah karakteristik yang sama, dianggap sebangun dan homogen, sudah sejak lampau diyakini banyak orang.
Di kalangan orang asing misalnya, dalam kajian psiko-sosial ada semacam konsensus bahwa orang Jerman pandai di bidang teknik, sementara orang Irlandia agak tumpul pemikirannya, dan semua wanitanya emosional. Orang Perancis sangat romatis, sedang orang Negro kurang bertangungjawab. Itulah contoh stereotip.
Siapapun dan apapun yang keluar dari stereotip, dianggap aneh dan nyleneh. Ia menjadi tidak umum dan cenderung dihindari banyak orang. Dari sinilah, awal manusia terjebak dalam prasangka-prasangka buruk terhadap apa saja.
Dalam perspektif social cognition, pakar psikologi sosial Russell Spears menyebutkan, manusia berhadapan dengan realitas sosial yang kompleks, sehingga memiliki kecenderungan membagi sesuatu dalam kategorisasi atau kelompok untuk menyederhanakan persoalan.
Stereotip mendorong manusia menjadi pelit dan malas berpikir, sehingga beresiko banyak menuai kesalahan dalam penyimpulan. Namun stereotip tetap dipakai karena menghemat energi. Sungguh ini pendapat yang menyesatkan.
Dalam bisnis, kecenderungan stereotipisasi juga membudaya. Orang maunya sesuai pakem saja. Asumsi-asumsi menggiring pebisnis pada pemahaman bahwa informasi, kegiatan bisnis yang stereotip selama ini, dianggap lebih cepat diproses dan direspon pasar. Benarkah demikian?
Kita semua pasti mengenal baik nama Tirto Utomo dengan bisnis Aqua-nya atau Sosro dengan teh botolnya. Bisnis mereka, pada awalnya diangap bisnis gila karena menyimpang dari stereotip. Di luar kebiasaan, mereka membisniskan barang yang umum, tapi tak umum. Tapi siapa sangka, air yang melimpah ruah di alam semesta menjadi “semahal” emas. Teh yang biasanya diminum tak lama setelah diseduh, menjadi nikmat disimpan berlama-lama di botol.
Konon, perilaku Tirto dan Sosro pernah dianggap lelucon bisnis yang absurd. Namun kini, orang berduyun-duyun mengikutinya. Dan ketika orang mengalami euphoria, barangkali kedua orang perintis itu sudah lari lagi dengan konsep gilanya yang lain.
Contoh ide gila yang lain adalah larutan penyegar Cap Kaki Tiga. Produk yang berisi semacam air ini juga terbilang absurd. Tapi lihatlah “khasiatnya”, ia mampu mengusir panas dalam. Buntutnya, kemasan air itu juga laris bak kacang goreng.
Psikolog dunia Sigmund Freud dengan teori psikoanalisanya mengemukakan, dalam diri setiap manusia sebenarnya terdapat syaraf-syaraf impulsif yang mendorong manusia untuk berbuat dan beraktivitas. Dorongan kuat syaraf ini bisa membuat manusia ‘gila’ dan mewujudkan aktivitasnya dengan amat sangat inovatif plus kreatif.
Selama ini perjalanan waktu telah membuktikan bahwa bisnis “orgil” (baca: orang-orang dengan ide gila) tahan segala cuaca. Tak tergerus krisis, pasar bebas dan reaganisme. Ia tak takut apapun, karena punya banyak amunisi inovasi untuk ditembakkan menjawab perubahan zaman.
Menyiasati perubahan tren kehidupan dan tren bisnis, tak cukup hanya dengan pakem yang ada. Atau hanya mengandalkan jalinan stereotipisasi yang sudah mapan. Perlu menggali sesuatu yang lain, yang selama ini luput dari perhatian orang. Apa kira-kira itu? Berpikirlah “gila” supaya ide gila seperti milik Tirto, Sosro dan Kaki Tiga bisa lahir.
Menciptakan sesuatu yang berbeda dan baru, selalu mampu membuat orang terhenyak untuk melirik dan mencoba produk kita, ketimbang melakukan “penyeragaman” dengan maksud mengekor sukses produk yang suda ada.

i. Pemimpin Perusahaan Yang Tangguh


Pemimpin Perusahaan yang Tangguh

Muhammad Subair
Pengusaha Muslim, Pemilik Guyub Teknologi Nusantara
Semua pekerjaan, besar maupun kecil, harus dilakukan oleh orang yang tepat. Istilah populernya, right man in the right place. Rasulullah SAW beberapa abad yang lampau telah mengingatkan, “Jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya (tidak memiliki kapasitas untuk mengembannya), maka tunggulah saat kehancurannya.” (HR al-Bukhari)
Pemimpin memegang kendali terhadap apa yang dipimpinnya. Dan di tangan pemimpin, masa depan perusahaan dan seluruh stake holdernya ditentutan. Seorang pemimpin perusahaan yang ideal, harus mempunyai kapabilitas dan profesionalitas.
Dan sudah begitu banyak buku manajemen maupun psikologi karya para ahli, mencoba merumuskan karakteristik pemimpin perusahaan yang tangguh dan efektif. Dalam buku The 7 Habits of Highly Effective Person (1989), Stephen R Covey menguraikan beberapa kriteria pemimpin organisasi yang efektif. Yaitu:
Pertama, mau terus belajar. Pemimpin harus menganggap seluruh hidupnya sebagai rangkaian dari proses belajar yang tiada henti untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasannya.
Kedua, berorientasi pada pelayanan. Pemimpin yang baik, akan melihat kehidupannya sebagai misi, bukan karir. Ukuran keberhasilannya adalah bagaimana ia bisa menolong dan melayani orang lain. Karena dasar kepemimpinannya adalah kesediaan untuk memikul beban orang lain.
Ketiga, memberikan energi positif. Energi yang dipancarkan ini akan mempengaruhi orang-orang di sekitarnya. Sehingga pemimpin berkarakter ini dapat tampil sebagai juru damai dan penengah, untuk menghadapi dan membalikkan energi destruktif menjadi positif.
Keempat, mempercayai orang lain. Dengan mempercayai orang lain, maka pemimpin dapat menggali dan menemukan kemampuan tersembunyi dari pekerjanya.
Kelima, memiliki keseimbangan hidup. Pemimpin efektif merupakan pribadi seimbang, tidak berlebihan, mampu menguasai diri, bijak, tidak gila kerja dan menjadi budak rencana-rencana sendiri.
Keenam, jujur pada diri sendiri. Sikap ini ditunjukkan dengan sikap mau mengakui kesalahan dan melihat keberhasilan, sebagai hal yang berjalan berdampingan dengan kegagalan.
Ketujuh, mau melihat hidup sebagai sesuatu yang baru. Pemimpin seperti ini akan memiliki kehendak, inisiatif, kreatif, dinamis dan cerdik bersikap.
Kedelapan, memegang teguh prinsip. Ia tak akan mudah dipengaruhi, namun untuk hal-hal tertentu ia dapat bersifat luwes penuh harus kompromi.
Kesembilan, sinergistik. Pemimpin harus menjadi katalis perubahan. Sehingga setiap situasi yang dimasukinya, selalu diupayakan menjadi lebih baik. Karena ia selalu produktif dalam cara-cara baru dan kreatif.
Kesepuluh, selalu memperbaharui diri. Pemimpin harus bersedia secara teratur melatih empat dimensi kepribadian manusia. Yaitu fisik, mental, emosi, dan spiritual, untuk memperbarui diri secara bertahap.
Sedangkan Warren Bennis (Managing People is like Herding Cats, 1997) mensyaratkan beberapa karakteristik sebagai pemimpin perusahaan yang tangguh:
Pertama, pengenalan diri. Pemimpin yang tangguh pasti mampu mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Ia akan sering menggunakan jasa pihak lain untuk memberi masukan dan pemahaman atas kepribadiannya. Dengan bekal pemahaman atas dirinya, ia dapat bergerak maju memperbaiki kekurangan, dan melesat jauh bersama kelebihannya.
Kedua, terbuka terhadap umpan balik. Pemimpin yang efektif akan mengembangkan sumber-sumber umpan balik yang bervariasi dan berharga mengenai perilaku dan kinerja dirinya. Ia cenderung memiliki gaya yang terbuka. Dalam proses pembelajaran itu, ia akan menjadi sangat reflektif terhadap apa yang dikerjakannya, kendati itu dapat membuat dirinya rawan terhadap kritik.
Ketiga, pengambil resiko yang selalu ingin tahu. Kebanyakan pemimpin adalah petualang, pengambil risiko, dan selalu ingin tahu, bahkan sangat ingin tahu. Mereka tampak mampu mengambil resiko sangat besar dan membiasakan dirinya selalu terlibat dalam situasi berbahaya. Hampir selalu terjadi, para pemimpin besar mengalami kemunduran, krisis, atau kegagalan dalam kehidupan mereka.
Keempat, konsentrasi pada pekerjaan. Pemimpin yang tangguh adalah orang yang walau berkemampuan kecil dalam hubungan antarpribadi, tapi memiliki tingkat konsentrasi yang luar biasa. Matanya tajam fokus pada pekerjaan, perusahaan, sasaran-sasaran, dan misi-misinya.
Kelima, menyeimbangkan tradisi dengan perubahan. Alfred North Whitehead pernah mengatakan, pemimpin efektif harus memiliki keterikatan, baik dengan budaya maupun kebutuhan perbaikan dan perubahan.
Keenam, bertindak sebagai model dan mentor. Pemimpin yang tangguh akan bangga menjadi mentor, dan merasa menang ketika berhasil melahirkan pemimpin-pemimpin baru. Ia akan menghargai kemenangan itu dengan menjadikan seluruh periode kehidupan sebagai proses belajar, dan memanfaatkan semua pengalaman secara didaktik.
Selain dua rumusan karakteristik di atas, masih banyak lagi rumusan ciri dan karakteristik pemimpin perusahaan yang tangguh dan efektif. Enterprising Nation (1995) mensyaratkan untuk menjadi pemimpin perusahaan yang tangguh harus memiliki delapan kompetensi. Yaitu: people skills, strategic thinker, visionary, flexible and adaptable to change, self-management, team player, ability to solve complex problem and make decisions, dan ethical/high personal standards.
Sedangkan American Management Association (Eighteen Manager Competencies, 1998) menuliskan 18 kompetensi yang harus dimiliki manajer tangguh. Yaitu: efficiency orientation, proactivity, concern with impact, diagnostic use of concepts, use of unilateral power, developing others, spontaneity, accurate self-assessment, self-control, stamina and adaptability, perceptual objectivity, positive regard, managing group process, use of sosialized power, self-confidence, conceptualization, logical thought, dan use of oral presentation.
Prinsip Kriteria Islam
Target konsep-konsep modern di atas, terlihat hanya untuk mendapatkan keuntungan dunia. Sementara Islam telah memberi solusi lebih dari itu, agar yang kita kerjakan juga dapat menghasilkan keuntungan akhirat, di samping dunia.
Sebagai agama yang komprehensif dan lengkap mengatur segala aspek kehidupan manusia, Islam memiliki prinsip-prinsip mendasar yang secara khusus mengatur penjabaran visi, misi, kewajiban, fungsi, tugas, wewenang, tanggung jawab manusia di muka bumi. Tak terkecuali dalam memimpin perusahaan.
Setiap pribadi yang mendapat amanah sebagai pemimpin, harus mampu terus memegang prinsip-prinsip Islam (Qs. al-Baqarah [2]: 208). Dan Islam telah memberikan konsep dan prinsip yang lengkap dan sempurna untuk membentuk pemimpin yang ideal. Yaitu:
Pertama, prinsip ibadah. Seorang pemimpin pada hakikatnya adalah makhluk ciptaan Allah SWT. Maka sudah seharusnya seluruh amal perbuatannya didasarkan pada tujuan utama ikhlas mencari ridha-Nya (Qs. adz-Dzâriyat [51]: 56, dan an-Nisâ` [4]: 36).
Kedua, prinsip amanah. Pemimpin yang mengaku beriman dan Islam, harus menjalankan dua jenis amanah yang dibebankan kepadanya. Yaitu amanah dari Allah dan Rasul-Nya, berupa kewajiban untuk menjalankan segala perintah Allah dan Rasul-Nya, serta menjauhi segala larangan Allah dan Rasul-Nya. Serta amanah dari manusia, yang meliputi berbagai hal yang menyangkut hajat hidup manusia sehari-hari. Baik dalam urusan pribadi, maupun urusan bersama.
Setiap individu yang mendapat amanah dari manusia untuk memimpin, mendapat beban amanah untuk mengurus, mengatur, memelihara dan melaksanakan kewajiban itu secara baik dan benar (Qs. al-Anfâl [8]: 27-28, dan ayat-ayat lainnya yang bermakna sama).
Ketiga, prinspip ilmu dan profesionalitas. Prinsip ilmu maksudnya semua pekerjaan harus dilakukan berdasarkan ilmu pengetahuan (Qs. al-Isrâ` [17]: 36). Imam Syafi’i mengatakan, “Barangsiapa yang menginginkan dunia, maka hendaklah dengan ilmu. Barangsiapa menginginkan akhirat, maka hendaklah dengan ilmu. Dan barangsiapa menginginkan kedua-duanya, maka hendaklah dengan ilmu.” (Al-Majmû’ Imam an-Nawawi).
Keempat, prinsip keadilan. Allah Maha Adil dan sangat mencintai keadilan. Dia telah banyak emberi perintah manusia untuk berbuat adil (seperti Qs. an-Nisâ` [4]: 135, dan al-A’râf [7]: 29).
Kelima, prinsip etos kerja/kedisiplinan. Islam adalah agama yang mengajarkan kerja keras dan usaha, di samping berdoa. Karena Allah tak akan merubah suatu kaum, selain mereka merubahnya sendiri (Qs. al-Anfâl [7]: 53). Manusia juga diperintahkan untuk mencari karunia Allah (Qs. al-Jumu’ah [62]: 10). Lalu diperintahkan untuk tidak pasrah (Qs. al-Qashash [28]: 77).
Keenam, prinsip akhlaqul-karîmah, seperti diteladankan Rasulullah (Qs. al-Qalam [68]: 4). Allah telah menyampaikan, jika manusia ingin memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat agar mencontoh dan meneladani akhlak beliau (Qs. al-Ahzâb [33]: 21).
Bahan Bacaan:
Stephen R Covey, The 7 Habits of Highly Effective Person, 1989
Warren Bennis, Managing People is like Herding Cats, 1997
American Management Association, Eighteen Manager Competencies, 1998